Jumat, 17 September 2010

Susunan Planet Di Tata Surya Kita Sekarang Sebagai Bahan Pengembangan Wawasan Peserta Diklat Guru IPA

A. PENDAHULUAN
Sejalan dengan perkembangan penelitian masalah keantariksan baik nuasa Amerikaan maupun Eropaan yang kedua-duanya begitu pesat maka wawasan para guru jika kurang menyikapinya akan ketinggalan wawasan masalah keantariksaan tersebut. Oleh karena itu pada tulisan ini akan mengupas masalah keantariksaan pada perkembangan susunan planet sekarang sampai dengan awal tahun 2008. Tulisan ini bermaksud menjembatani bagi masalah eksistensi wawasan para guru peserta Diklat IPA terhadap perkembangan susunan planet sekarang sejalan dengan ditemukannya konsep-konsep baru pada planet Pluto. Para guru IPA

peserta Diklat khususnya dan pada umumnya para guru geografi dan yang lainya mestinya mempunyai sikap selalu mengikuti penelitian-penelitian para antariksawan baik dari Amerika maupun Eropa. Dengan demikian para guru peserta Diklat IPA pada khususnya dan guru yang lain pada umumnya akan mempunyai pengetahuan keantariksaan yang selalu tidak ketinggalan, yang pada akhirnya para siswanya akan terbekali pengetahuan yang selalu mutahir dan bermutu

B. PERKEMBANGAN DEFINISI PLANET DAN PERMASALAHANNYA

Planet diambil dari kata dalam bahasa Yunani Asteres Planetai yang artinya Bintang Pengelana. Dinamakan demikian karena berbeda dengan bintang biasa, Planet dari waktu ke waktu terlihat berkelana (berpindah-pindah) dari rasi bintang yang satu ke rasi bintang yang lain. Perpindahan ini (pada masa sekarang) dapat dipahami karena planet beredar mengelilingi matahari. Namun pada zaman Yunani Kuno yang belum mengenal konsep heliosentris, planet dianggap sebagai representasi dewa di langit. Pada saat itu yang dimaksud dengan planet adalah tujuh benda langit: Matahari, Bulan, Merkurius, Venus, Mars, Jupiter dan Saturnus. Namun Astronomi modern menghapus Matahari dan Bulan dari daftar karena tidak sesuai definisi gravitational rounding (pembulatan gravitasi) yang menegaskan bahwa obyek manapun yang mengelilingi dalam kaitannya dengan tarikan gravitasi sendiri dan yang secara langsung mengorbitkan matahari disebut suatu planet. Definisi ini cukup lama digunakan hingga terjadinya penemuan-penemuan benda angkasa yang selalu bertambah hingga Agustus 2006. Dimana jumlah planet dalam tata surya kita seperti yang tertulis dalam buku pelajaran fisika adalah sembilan, dari Merkurius hingga Pluto.
Dengan pengamatan mata, benda terang di langit terbagi menjadi dua: bintang tetap yang umumnya diasosiasikan dengan rasi-rasi bintang dan "bintang" yang berpindah. Bintang yang berpindah bisa berupa bintang berekor (komet), bintang jatuh (meteor), atau bintang berjalan di sekitar rasi-rasi bintang. Dahulu orang menyebut bintang yang berjalan itu sebagai "pengembara" yang dalam bahasa Yunani disebut planet. Sekarang diketahui bahwa "bintang" pengembara itu sebenarnya adalah benda tata surya yang mengelilingi matahari, sehingga bergerak relatif terhadap bintang-bintang yang diam.

Dari fisik hasil pengamatan, kemudian planet didefinisikan sebagai benda langit yang mendapatkan cahayanya dari Matahari. Definisi ini untuk membedakannya dari bintang yang cahayanya bersumber dari reaksi nuklir di intinya. Definisi sederhana ini yang kini banyak digunakan di buku-buku pelajaran termasuklah definisi gravitational rounding (pembulatan gravitasi) yang menegaskan bahwa obyek manapun yang mengelilingi dalam kaitannya dengan tarikan gravitasi sendiri dan yang secara langsung mengorbitkan matahari disebut suatu planet. Definisi ini cukup lama digunakan hingga terjadinya penemuan-penemuan benda angkasa yang selalu bertambah hingga Agustus 2006. Dimana jumlah planet dalam tata surya kita seperti yang tertulis dalam buku pelajaran fisika adalah sembilan, dari Merkurius hingga Pluto. Definisi tersebut tidak salah, hanya tidak tepat, karena masih banyak objek langit lainnya sebagai planet-planet baru.
Dengan definisi seperti itu, semua objek tata surya bisa dianggap sebagai planet. Komet, sebagai "bintang berekor" juga memenuhi definisi tersebut, karena sumber cahayanya hanya berasal dari cahaya matahari. Asteroid yang mengorbit di antara Mars dan Jupiter juga memenuhi definisi ini. Dengan bentuk yang beraneka ragam, semua asteroid hanya memantulkan cahaya matahari. Ceres sebagai salah satu asteroid terbesar yang ditemukan 1801 memang sempat menikmati status planet selama tujuh tahun, tetapi kemudian dianggap bukan planet.

Kisah pencoretan Ceres sebagai planet setelah tujuh puluh tahun pun mirip dengan kisah pencoretan Pluto sebagai planet setelah 76 tahun. Dulu Ceres dianggap sebagai planet yang "hilang" menurut hukum Bode yang terletak di antara Mars dan Jupiter. Tetapi kemudian dipertanyakan karena ternyata Ceres bukanlah planet yang besar. Apalagi setelah ditemukan banyak objek sejenis, yang kemudian dikenal sebagai asteroid. Maka Ceres kemudian dinyatakan bukan planet, tetapi asteroid.

Sejarah memang berulang. Dulu Ceres dicoret sebagai planet, lalu dikelompokkan dalam planet minor (minor planet), mirip dengan Pluto yang dicoret sebagai planet lalu masuk kelompok planet kerdil (dwarf planet). Selama seratus tahun lebih hanya dikenal dua kelompok: planet (yang berukuran besar) dan planet minor (asteroid, yang berukuran kecil). Ketika ditanyakan batasan besarnya antara planet dan planet minor, tidak ada kejelasan. Batasan besarnya untuk membedakan klasifikasi planet dan asteroid tidak didasarkan pada pertimbangan fisika, tetapi berdasarkan pertimbangan praktis untuk tetap menganggap Ceres sebagai asteroid dan Pluto sebagai planet. Selama puluhan tahun digunakan diameter sekira 1.000 - 2.000 km sebagai batasannya.
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi pengamatan pada lima abad lalu membawa manusia untuk memahami benda-benda langit terbebas dari selubung mitologi. Galileo Galilei (1564-1642) dengan teleskop refraktornya mampu menjadikan mata manusia "lebih tajam" dalam menelisik kegelapan langit yang tidak bisa diamati melalui mata bugil. Teleskop Galileo secara revolusioner mengubah pandangan manusia mengenai kesempurnaan alam yang dihuni oleh dewa-dewa yang perkasa, misalnya bahwa Bulan ternyata wajahnya tidak mulus, tetapi bopeng-bopeng karena keberadaan kawah. Demikian halnya Matahari dengan keberadaan bercak hitam (bintik-bintik matahari/sunspots) di sekitar ekuatornya. Karena Galileo bisa mengamati lebih tajam, ia bisa melihat berbagai perubahan bentuk penampakan Venus, seperti Venus Sabit atau Venus Purnama sebagai akibat perubahan posisi Venus terhadap Matahari. Penalaran Venus mengitari Matahari makin memperkuat teori heliosentris, yaitu bahwa matahari adalah pusat alam semesta, bukan Bumi, yang digagas oleh Nicolaus Copernicus (1473-1543) sebelumnya. Susunan heliosentris adalah Matahari dikelilingi oleh Merkurius hingga Saturnus.
Teleskop Galileo terus disempurnakan oleh ilmuwan lain seperti Christian Huygens (1629-1695) yang menemukan Titan, satelit Saturnus, yang berada hampir 2 kali jarak orbit Bumi-Yupiter. Perkembangan teleskop yang membuat "mata kian tajam" ternyata diimbangi pula dengan perkembangan perhitungan gerak benda-benda langit dan hubungan satu dengan yang lain melalui Johannes Kepler (1571-1630) dengan Hukum Kepler. Puncaknya Sir Isaac Newton (1642-1727) dengan hukum gravitasi.Dengan dua modal di atas, pencarian pengembara memungkinkan. Pada 1781, William Hechell (1738-1782) menemukan Uranus. Perhitungan cermat orbit Uranus menyimpulkan bahwa planet ini ada yang mengganggu. Neptunus ditemukan pada Agustus 1846. Penemuan Neptunus ternyata tidak cukup menjelaskan gangguan orbit Uranus. Pluto (diameter 2.360 km) yang ditemukan pada 1930 sebagai planet ke-9. Perkembangan teleskoplah yang memungkinkan pada 1978 Pluto diketahui memiliki satelit yang berukuran tidak jauh kecil darinya bernama Charon (1.196 km). Saat ini satelit Pluto bertambah lagi yaitu Nix dan Hydra
Dengan ditemukannya objek-objek baru yang diusulkan sebagai planet, masyarakat astronomi dituntut untuk memberi batasan atau definisi hakikat planet. Selama tujuh tahun sejak 1999 diskusi resmi di IAU tentang definisi planet belum mencapai kata sepakat, termasuk pada saat terakhir sidang umum IAU Agustus 2006 baru lalu. Ada usulan untuk menunda lagi pendifinisiannya. Ada banyak usulan definisi. Ada definisi berdasarkan batasan massanya, ada yang berdasarkan batasan gravitasinya yang dapat mempertahankan struktur bulatnya, atau berdasarkan dinamika massa total dominan di sekitar orbitnya.
Dari pertemuan di Praha, Ceko sejak tanggal 14 hingga 25 Agustus 2006 yang dihadiri sekitar 2.500 astronom dari 75 negara yang tergabung dalam International Astronomical Union (IAU) yang membicarakan jumlah planet yang sebenarnya di Tata Surya dan terumuskan definisi planet yang baru adalah benda langit yang memiliki ciri-ciri sebagai berikut: (a) mengorbit mengelilingi bintang atau sisa-sisa bintang; (b) mempunyai massa yang cukup untuk memiliki gravitasi tersendiri agar dapat mengatasi tekanan rigid body sehingga benda angkasa tersebut mempunyai bentuk kesetimbangan hidrostatik (bentuk hampir bulat); (c) tidak terlalu besar hingga dapat menyebabkan fusi termonuklir terhadap deuterium di intinya; dan, (d) telah "membersihkan lingkungan" (clearing the neighborhood; mengosongkan orbit agar tidak ditempati benda-benda angkasa berukuran cukup besar lainnya selain satelitnya sendiri) di daerah sekitar orbitnya (http://id.wikipedia.org/wiki/Planet, 25 April 2008). Definisi keputusan Praha Ceko berbeda dengan definisi planet lama yang berdasarkan sejarah.
Pada Astronomical Journal terbitan Desember 2006, Steven Soter (American Museum of Natural History, New York) dalam http://langitselatan.com/2007/06/14/lagi-tentang-definisi-planet/; 24 April 2008, mengajukan batasan planet dengan definisi besaran m (mu), yang merupakan rasio dari massa objek yang ditinjau terhadap massa total objek-objek yang memiliki orbit serupa di sekitarnya. Hal tersebut didasarkan pada hasil pertemuan puncak International Astronomical Union (IAU) dari ribuan astronom yang berkumpul di Praha yang dipimpin Profesor Iwan Williams, Ceko pada Kamis, 24 Agustus 2006, yang memutuskan definisi baru tentang planet. Planet adalah benda langit yang (1) mengorbit matahari, (2) mempunyai massa yang cukup bagi gaya gravitasinya untuk mengatasi gaya-gaya luar lainnya, sehingga dengan keseimbangan hidrostatiknya mempunyai bentuk hampir bulat, dan (3) telah menyingkirkan objek-objek lain di sekitar orbitnya. Rumusannya dapat juga disederhanakan menjadi, planet adalah benda langit yang mengitari matahari, bentuknya bulat, dan merupakan satu-satunya objek dominan di orbitnya. Selanjutnya disamping seperti yang terdefinisi diatas objek-objek yang didefinisikan planet menurut IAU, harus memiliki mu lebih besar dari 5000. Sedangkan Pluto, Ceres, Eris, dll memiliki mu tak lebih dari 1/3. Soter(2006) dalam pertemuan di Praha tersebut mengusulkan batasan planet adalah objek-objek dengan mu diatas 100. Disamping itu para astronom sepakat bahwa benda langit dapat disebut sebagai planet jika mengorbit bintang namun bukan sebagai bintang yang memancarkan sinar.

Menurut Wah(2006) dalam BBC(2008), sebenarnya memang dari dulu Pluto itu sudah menjadi kontroversi apakah pantas dimasukkan kedalam kategori planet atau bukan. Cuma sekedar masalah pengklasifikasian sebenarnya Pluto memang seharusnya dikeluarkan dari daftar planet di tata surya karena ukurannya yang super mini dari batas planet luar (Jupiter, Saturnus, Uranus, dan Neptunus). Tapi kalau cuma sekedar melihat dari orbit saja tanpa melihat ukuran sebenarnya Merkurius juga nyaris sama kecilnya dengan Pluto namun memiliki orbit yang jelas dikarenakan jaraknya yang lebih dekat dengan matahari.
Dengan demikian keberadaan Pluto sebagai planet kesembilan pelu ditinjau ulang. Pertanyaan mulai muncul ketika di wilayah di luar orbit Neptunus, termasuk Pluto di dalamnya, ditemukan benda langit yang berukuran tidak jauh beda dari Pluto. Belasan benda langit termasuk dalam Obyek Sabuk Kuiper (OSK) di antaranya Quaoar (1.250 km pada Juni 2002), Huya (750 km pada Maret 2000), Sedna (1.800 km pada Maret 2004), Orcus, Vesta, Pallas, Hygiea, Varuna, dan 2003 EL61 (1.500 km pada Mei 2004). Penemuan 2003 EL61 cukup menghebohkan karena OSK ini diketahui memiliki satelit pada Januari 2005 meskipun berukuran lebih kecil dari Pluto. Puncaknya adalah penemuan UB 313 (2.700 km pada Oktober 2003) yang diberi nama oleh penemunya Xena. Selain lebih besar dari Pluto, obyek ini juga memiliki satelit. Dengan berbagai penemuan tersebut wajar bila status Pluto dipertanyakan ulang. Lebih mendasar lagi adalah pengertian baku mengenai planet. Beberapa pendapat muncul, seperti planet adalah benda bulat dan dingin yang mengorbit sebuah bintang atau bermassa mulai dari massa Pluto (1/500 massa Bumi) hingga ambang massa yang mampu menghasilkan reaksi fusi termonuklir; atau berkerapatan lebih padat dari obyek lain di sekitarnya; atau memandang dari ukurannya (diameter minimal 400 km, atau 800 km; atau minimal seukuran Pluto) dan berbentuk bulat; atau memiliki gravitasi yang cukup kuat untuk menahan atmosfer. Dengan banyaknya definisi, boleh jadi kesepakatan definisi akan menghasilkan jumlah planet yang berbeda. Jumlah planet bisa delapan bila Pluto tidak dimasukkan. Bisa 10 dengan ditambahkan Xena. Bisa 12 dengan tambahan Charon (sebagai planet ganda bersama Pluto), Ceres (sebagai planet mini yang saat ini dipahami sebagai asteroid terbesar), dan Xena. Bahkan bisa lebih dari 50 planet bila OKB berukuran besar dimasukkan. Berapa pun jumlah planet di Tata Surya, hal di atas memberikan pelajaran bahwa ilmu pengetahuan selalu berkembang. Kita tidak bisa hanya terpaku pada buku pelajaran. (http://indoforum.org/archive/index.php/t-5413.html; 24 April 2008)

Perdebatan tentang status Pluto dipicu oleh penemuan objek yang diklasifikasikan sebagai "objek lintas Neptunus" (Trans-Neptunian Objects, TNO), yaitu objek tata surya yang mengorbit melintasi atau di luar orbit planet Neptunus. Sampai akhir 1990-an telah ditemukan hampir 100 TNO, kini jumlahnya terus bertambah. Penemuan TNO diawali oleh D. Jewitt dan J. Luu(1992), mereka menemukan objek yang dinamakan QB1. Objek itu diklasifikasikan bukan planet, bukan asteroid, juga bukan komet. Objek itu mempunyai kemiripan dengan sifat-sifat dinamiki Pluto. Kurang cocok dianggap sebagai planet, seperti delapan planet lainnya sebab Pluto tidak memiliki orbit yang dominan seperti delapan planet lainnya. Namun, terlalu besar bila digolongkan sebagai TNO. Namun, Divisi III IAU yang membidangi sains sistem planet cenderung menggolongkannya sebagai TNO, berdasarkan kedekatan ciri-ciri dinamikanya. Sejak 2002 ditemukan objek-objek yang cukup besar sehingga diusulkan sebagai planet baru, yaitu Quaoar, Sedna, and Xena (nama informal bagi objek 2003 UB313). Diskusi panjang sejak 1990-an tentang status Pluto dan objek-objek baru serupa planet lainnya akhirnya diputuskan dalam voting IAU dalam 2006 lalu, pluto bukan planet.

Dengan demikian secara otomatis Pluto dinyatakan tidak masuk dalam kategori planet namun hanya sebagai benda angkasa biasa. Oleh karena itu jumlah planet dalam sistem Tata Surya kita menjadi delapan planet karena tidak memenuhi syarat untuk dikategorikan sebagai planet dimana orbitnya yang berbentuk elips tumpang tindih dengan orbit Neptunus. Orbitnya terhadap Matahari juga terlalu melengkung dibandingkan delapan objek yang diklasifikasikan sebagai planet. Dimana hingga 24 Agustus 2006, sebelum Persatuan Astronomi Internasional (International Astronomical Union = IAU) mengumumkan perubahan definisi "planet" sehingga seperti yang tersebut di atas, jumlah planet adalah sembilan planet termasuk Pluto. Meskipun demikian, Pluto sebagai benda langit yang dikenal sebagai planet kesembilan selama 76 tahun di Tata Surya sekarang dimasukkan ke dalam klasifikasi baru yang disebut "planet kerdil/katai" bersama benda langit yang belakangan juga ditemukan sempat dianggap sebagai planet baru seperti tersebut diatas, yaitu : Ceres, Sedna, Orcus, Xena, Quaoar, UB 313. Pluto, Ceres, Charon dan UB 313. Dengan keputusan yang akan ditetapkan IAU ini, referensi mengenai planet-planet di buku teks maupun ensiklopedia harus direvisi. Tata Surya dengan Matahari sebagai pusatnya akan dideskripsikan dengan delapan planet saja. Sementara benda-benda langit lainnya diklasifikasikan tersendiri
Sementara bagi sebagian orang, banyak yang tidak puas atas pemberlakuan definisi planet yang terbaru, terutaman orang Amerika dimana mereka masalah Pluto ini dikaitkan dengan masalah nasionalisme. Karena yang menemukan Pluto adalah astronom Amerika yaitu Clyde Tombaugh.

Sementara planet Uranus dan Neptunus ditemukan oleh astronom Eropa. Jika Pluto tidak dimasukkan dalam kategori planet, maka hilanglah jejak Amerika. Mungkin begitulah yang menjadi anggapan mereka keterkaitannya dengan rasa nasionalisme. Namun demikian masalah perkembangan ilmu pengetahuan astronomi mestinya tidak perlu dikaitkan masalah nasionalisme namun harus tetap berdasar pada metode ilmiah

Sebagai tanggapan definisi planet oleh IAU, berbagai definisi lain diajukan. Alasannya adalah bahwa definisi IAU tidak tajam dan sulit diterjemahkan dalam bahasa awam. Pada editorial majalah Sky & Teleskop (2006), sang Editor mengusulkan kategori objek dalam tata surya dibedakan menjadi:

1. Planet Raksasa Gas (Gas Giant)Planet raksasa gas ini lebih lanjut bisa dibedakan menjadi:

* Jovian (planet raksasa gas).Termasuk dalam kategori ini adalah Jupiter dan Saturnus
* Uranian (planet raksasa es)Planet Uranus dan Neptunus masuk dalam kategori ini

2. Planet Terrestrial.Yang termasuk dalam kategori planet terrestrial adalah Planet Merkurius, Venus, Bumi, dan Mars

3. Planet Kerdil (Dwarf).Kategori ini dibagi lagi menjadi:

* CereanYang termasuk Cerean adalah planet kecil batuan, dengan mengambil model dari asteroid Ceres. Asteroid-asteroid yang berada dalam sabuk utama asteroid antara orbit Mars dan Jupiter, masuk dalam kategori Cerean.

· PlutonianYang termasuk Plutonian adalah planet kecil es, dengan mengambil model dari Pluto. Objek-objek diluar orbit Neptunus (misalnya: Pluto, Eris, Quaouar, dll) termasuk kategori Plutonian.
Pluto memang berbeda dengan kedelapan planet lainnya, yaitu : Merkurius, Venus, Bumi, Mars, Jupiter, Saturnus, Uranus, dan Neptunus mempunyai ciri-ciri yang mirip dan sifat-sifatnya bisa dijelaskan dari proses pembentukan tata surya. Empat planet pertama disebut planet keluarga Bumi karena komposisinya mirip Bumi, terutama terdiri dari batuan silikat dan logam. Empat planet berikutnya disebut planet keluarga Jupiter yang merupakan planet raksasa dengan komposisi utamanya adalah unsur-unsur ringan (hidrogen, helium, argon, karbon, oksigen, dan nitrogen) berbentuk gas atau cair.

Planet-planet keluarga Bumi hanya terbentuk dari materi padat yang terkondensasi, terutama dari senyawa besi dan silikat. Sedangkan Jupiter dan planet-planet raksasa lainnya terbentuk dari planetesimal (bakal planet) besar, antara lain akibat turut terkondensasinya es air, sehingga mampu menangkap gas, terutama hidrogen dan helium.


Sementara Pluto terdiri dari batuan dan es. Diperkirakan komposisinya terdiri dari 70 persen batuan dan 30 persen es air. Atmosfernya sangat tipis terdiri dari nitrogen, karbon monoksida, dan metan yang hampir selalu berupa gas beku. Kondisi ini aneh bila dibandingkan dengan proses pembentukan planet keluarga Jupiter. Semestinya semakin jauh dari matahari, bila proses pembentukannya sama, akan terbentuk planet gas juga yang tergolong besar ukurannya.
Keberbedaan lainnya dari Pluto adalan berukuran sangat kecil dibandingkan planet-planet lainnya. Diameternya hanya setengah diameter Merkurius atau dua pertiga diameter Bulan. Bidang orbitnya juga sangat menyimpang (inklinasinya 17 derajat) dari bidang orbit rata-rata planet (inklinasi rata-rata 2 derajat). Lintasan orbitnya pun yang paling lonjong.

Pluto ditemukan dari keberuntungan yang bersumber dari kesalahan perhitungan Percival Lowell tentang gangguan orbit planet Uranus dan Neptunus pada awal 1900-an. Menurut dia, mestinya ada planet pengganggu di luar orbit Neptunus. Tidak menyadari adanya kesalahan perhitungan Lowell, Clyde Tombaugh dengan gigih mencari planet pengganggu di sekitar posisi yang disebutkan oleh Lowell.
Memang, hasil pengamatan akurat pesawat Voyager tahun 1980-an tentang massa Neptunus akhirnya menunjukkan bahwa tidak ada yang aneh dengan orbit planet Neptunus. Pluto atau Planet-X tak perlu ada untuk menjelaskan gangguan orbitnya. Tetapi Pluto terlanjur ditemukan dan telah diakui sebagai planet selama 76 tahun.

Menurut Kepala Observatorium Bosscha-Lembang Taufiq Hidayat dalam Kompas (Jumat, 8 September 2007), disebutkan bahawa kita dalam mensosialisasi masalah dikeluarkannya Pluto sebagai bagian dari sistem planet di tata surya kita, tidak perlu terburu-buru atau dengan secara perlahan. Sosialisasi juga tidak perlu dilakukan secara masif ke sekolah-sekolah atau murid-murid, juga tidak perlu melakukannya secara besar-besaran pada guru mata pelajaran ilmu pengetahuan alam , tapi cukup melalui via media cetak buku mata pelajaran atau media masa baik yang berupa media suara, tanyang, atau dunia maya. Hasil sidang Umum Himpunan Astronomi Internasional ke-26 di Praha, Ceko, 25 Agustus lalu, mencabut status Pluto sebagai planet ke sembilan dalam tata surya kita. Dalam sidang tersebut Pluto dinyatakan tidak masuk dalam kategori planet namun hanya sebagai benda angkasa biasa sebagai planet kerdil. Planet kerdil walaupun mengandung nama "planet" bukanlah planet, sama halnya dengan penamaan asteoroid sebagai planet minor. Planet kerdil didefinisikan sebagai benda langit yang (1) mengorbit matahari, (2) mempunyai massa yang cukup bagi gaya gravitasinya untuk mengatasi gaya-gaya luar lainnya sehingga dengan kesetimbangan hidrostatiknya mempunyai bentuk hampir bulat, (3) belum menyingkirkan objek-objek lain di sekitar orbitnya, dan (4) bukan satelit.

Definisi baru planet dalam sidang tersebut berubah, yaitu memiliki orbit yang mengelilingi Matahari, memiliki massa yang cukup besar dengan diameter lebih dari 800 kilometer. Ciri terakhir adalah memiliki orbit yang tidak memotong orbit planet lainnya.Sedangkan dalam kenyataannya, Pluto sudah dikenal sebagai planet ke sembilan dalam sistem tata surya kita. Namun, dalam pengamatannya, ternyata Pluto memiliki orbit yang sering kali menyimpang atau bersinggungan dengan orbit planet lainnya.

Selanjutnya Taufiq Hidayat (2007), menyatakan dikeluarkannya Pluto sebagai planet ke sembilan tidak memiliki urgensi karena hal ini merupakan siklus ilmu pengetahuan yang selalu memperbaiki diri sendiri ketika ada fakta baru. Dimana fakta itu bisa dibuktikan kesahihannya secara ilmiah. "Perubahan yang terjadi sebenarnya tidak fundamental. Taufiq menilai, pemerintah dalam hal ini Depdiknas tidak perlu terburu-buru untuk menarik buku-buku pelajaran yang masih mengajarkan Pluto sebagai planet ke sembilan. Karena biaya yang dikeluarkan untuk mengganti seluruh buku ini akan sangat besar (http://www.bluefame.com/lofiversion/index.php/t14364.html, 24 April 2008)
Dengan definisi itu baru Pluto, Ceres, dan Xena yang masuk dalam kelompok planet kerdil(dwarf planet). Charon yang sebelumnya diusulkan sebagai planet ganda berpasangan dengan Pluto, tidak dimasukkan sebagai planet kerdil karena berstatus sebagai satelit Pluto. Di luar planet dan planet kerdil, objek tata surya lainnya seperti komet, asteroid, TNO, NEO, dan lainnya dikelompokan sebagai "benda kecil tata surya" (Small Solar System Bodies)(http://tutorial.mysimplebiz.info/isi/tahukahanda8.htm, 24 April 2008)

C. PLANET-PLANET DALAM TATA SURYA KITA

Menurut IAU (Persatuan Astronomi Internasional) planet-planet dalam Tata Surya kita sekarang berjumlah 8, yaitu :1. Merkurius2. Venus3. Bumi4. Mars5. Jupiter6. Saturnus7. Uranus8. Neptunus

Sejalan dengan berkembangnya ilmu pengetahuan, pengertian definisi atau istilah “planet” berubah dari “sesuatu” yang bergerak melintasi langit (relatif terhadap latar belakang bintang-bintang yang “tetap”), menjadi benda yang bergerak mengelilingi Bumi. Ketika model heliosentrik mulai mendominasi pada abad ke-16, planet mulai diterima sebagai “sesuatu” yang mengorbit Matahari, dan Bumi hanyalah sebuah planet. Hingga pertengahan abad ke-19, semua obyek apa pun yang ditemukan mengitari Matahari didaftarkan sebagai planet, dan jumlah “planet” menjadi bertambah dengan cepat di penghujung abad itu.
Selama 1800-an, astronom mulai menyadari bahwa banyak penemuan terbaru tidak mirip dengan planet-planet tradisional. Obyek-obyek seperti Ceres, Pallas dan Vesta, yang telah diklasifikasikan sebagai planet hingga hampir setengah abad, kemudian diklasifikan dengan nama baru "asteroid". Pada titik ini, ketiadaan definisi formal membuat "planet" dipahami sebagai benda 'besar' yang mengorbit Matahari. Tidak ada keperluan untuk menetapkan batas-batas definisi karena ukuran antara asteroid dan planet begitu jauh berbeda, dan banjir penemuan baru tampaknya telah berakhir.

Namun pada abad ke-20, Pluto ditemukan. Setelah pengamatan-pengamatan awal mengarahkan pada dugaan bahwa Pluto berukuran lebih besar dari Bumi, IAU (yang baru saja dibentuk) menerima obyek tersebut sebagai planet. Pemantauan lebih jauh menemukan bahwa obyek tersebut ternyata jauh lebih kecil dari dugaan semula, tetapi karena masih lebih besar daripada semua asteroid yang diketahui, dan tampaknya tidak eksis dalam populasi yang besar, IAU tetap mempertahankan statusnya selama kira-kira 70 tahun.
Pada 1990-an dan awal 2000-an, terjadi banjir penemuan obyek-obyek sejenis Pluto di daerah yang relatif sama. Seperti Ceres dan asteroid-asteroid pada masa sebelumnya, Pluto ditemukan hanya sebagai benda kecil dalam sebuah populasi yang berjumlah ribuan. Semakin banyak astronom yang meminta agar Pluto didefinisi ulang sebagai sebuah planet seiring bertambahnya penemuan obyek-obyek sejenis. Penemuan Eris, sebuah obyek yang lebih masif daripada Pluto, dipublikasikan secara luas sebagai planet kesepuluh, membuat hal ini semakin mengemuka. Akhirnya pada 24 Agustus 2006, berdasarkan pemungutan suara, IAU membuat definisi planet. Jumlah planet dalam Tata Surya berkurang menjadi 8 benda besar yang berhasil “membersihkan lingkungannya” (Merkurius, Venus, Bumi, Mars, Yupiter, Saturnus, Uranus dan Neptunus), dan sebuah kelas baru diciptakan, yaitu planet katai, yang pada awalnya terdiri dari tiga obyek, Ceres, Pluto, Eris, dan planet katai dari perkembangan temuan-temuan baru.

D. SEJARAH NAMA-NAMA PLANET

Lima planet terdekat ke Matahari selain Bumi (Merkurius, Venus, Mars, Yupiter dan Saturnus) telah dikenal sejak zaman dahulu karena mereka semua bisa dilihat dengan mata telanjang. Banyak bangsa di dunia ini memiliki nama sendiri untuk masing-masing planet (lihat tabel nama planet di bawah). Pada abad ke-6 SM, bangsa Yunani memberi nama Stilbon (cemerlang) untuk Planet Merkurius, Pyoroeis (berapi) untuk Mars, Phaethon (berkilau) untuk Jupiter, Phainon (Bersinar) untuk Saturnus. Khusus planet Venus memiliki dua nama yaitu Hesperos (bintang sore) dan Phosphoros (pembawa cahaya). Hal ini terjadi karena dahulu planet Venus yang muncul di pagi dan di sore hari dianggap sebagai dua objek yang berbeda.

Pada abad ke-4 SM, Aristoteles memperkenalkan nama-nama dewa dalam mitologi untuk planet-planet ini. Hermes menjadi nama untuk Merkurius, Ares untuk Mars, Zeus untuk Jupiter, Kronos untuk Saturnus dan Aphrodite untuk Venus.
Pada masa selanjutnya di mana kebudayaan Romawi menjadi lebih berjaya dibanding Yunani, semua nama planet dialihkan menjadi nama-nama dewa mereka. Kebetulan dewa-dewa dalam mitologi Yunani mempunyai padanan dalam mitologi Romawi sehingga planet-planet tersebut dinamai dengan nama yang kita kenal sekarang.

Hingga masa sekarang, tradisi penamaan planet menggunakan nama dewa dalam mitologi Romawi masih berlanjut. Namun demikian ketika planet ke-7 ditemukan, planet ini diberi nama Uranus yang merupakan nama dewa Yunani. Dinamakan Uranus karena Uranus adalah ayah dari Kronos (Saturnus). Mitologi Romawi sendiri tidak memiliki padanan untuk dewa Uranus. Planet ke-8 diberi nama Neptunus, dewa laut dalam mitologi Romawi.

Sumber : http:// inovasisukses.blogspot.com


Artikel Terkait:

1 komentar: